Sabtu, 10 Maret 2012

Endang Rahayu Setyaningsih Ia menempati posisi sebagai Menteri Kesehatan menggantikan Siti Fadilah Supari yang merupakan atasannya di Departemen Kesehatan. Endang merupakan staf Litbang Menteri Kesehatan terdahulu dan juga orang yang paling dekat dengan Namru-2 (Naval Medical Research Unit 2). Keberadaan Namru-2 sempat menjadi kontroversi. Namru-2 pertama kali berada di Indonesia pada tahun 1970 untuk meneliti virus-virus penyakit menular bagi kepentingan Angkatan Laut AS dan Departemen Pertahanan AS. Kontrak Namru-2, unit riset virus milik Angkatan Laut AS, dengan RI sudah habis sejak Januari 2000. Endang sendiri sejak awal karirnya sudah menekuni bidang kesehatan. Pada 1979, Endang lulus dengan predikat dokter dari FK UI. 20 tahun berselang, atau tepatnya pada 1992, ia menyabet gelar Master of Public Health. Tak puas dengan apa yang diraihnya, lima tahun kemudian atau pada 1997, Endang menyabet gelar doktor di bidang sama di Harvard School of Public Health, Boston. Karir pendidikan Endang yang cemerlang membawanya pada posisi Direktur di Center for Biomedical and Pharmaceutical Research & Programme Development National Institute of Health Research & Development-MOH. Posisi itu ia tempati pada Februari 2007.

Jumat, 09 Maret 2012

Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, periode 2003-2006, dipercaya menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika pada KIB jilid I menggantikan Sofyan Djalil pada perombakan kabinet tahun 2007. Pria kelahiran Surabaya, 17 Juni 1959 ini meraih gelar S1 pada Jurusan Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dan mengawali karirnya sebagai dosen Teknik Elektro ITS pada tahun 1984. Ia kemudian mendapat beasiswa menempuh magister di Universite Science et Technique du Languedoc (USTL) Montpellier, Perancis. Ia juga menyelesaikan studi S3 di universitas tersebut. M. Nuh yang dikenal sering memberikan ceramah agama ini menempati posisi Menteri Pendidikan Nasional.

Kamis, 08 Maret 2012


Marsekal TNI (Pur) Djoko Suyanto Pria kelahiran Madiun, Jawa Timur, 2 Desember 1950 ini menjabat Panglima TNI dari 13 Februari 2006 sampai 28 Desember 2007. Pada Pilpres 2009, ia dipercaya sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye SBY-Boediono. Sebelum menjabat Panglima TNI, Djoko Suyanto adalah Kepala Staf TNI Angkatan Udara (TNI-AU). Ia merupakan Panglima TNI pertama yang berasal dari kesatuan TNI-AU sepanjang sejarah Indonesia. Dalam Kabinet Indonesia Bersatu II pimpinan SBY-Boediono, Djoko Suyanto menempati posisi Menko Polhukam.

Rabu, 07 Maret 2012


Nama: Prof. Dr. Boediono
Tempat/Tanggal Lahir: Blitar, Jawa Timur/25 Februari 1943Anggota Keluarga:
- Nama Istri: Herawati Boediono
- Nama Anak: Ratriana Ekarini dan Dios KurniawanRiwayat Pendidikan:
- Sarjana Ekonomi di University Of Westren, Australia (1967)
- Master di bidang ekonomi dari Monash University, Australia (1972)
- Doctor of Phhilosophy (Dr) dari Wharton School, University of Pennsylvania, AS (1979)
- Profesor dari Universitas Gadjah Mada (2006)
Riwayat pekerjaan:
- Dosen (1973-hingga sekarang)
- 1988-1993 menjabat Deputi Ketua Bidang Fiskal dan Moneter Bappenas
- 1993-1998 Menjabat sebagi Direktur (saat ini setara Deputi Gubernur) Bank Indonesia
- 1998-1999 menjabat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas)
- 2001-2004 Menjabat Sebagai Menteri Keuangan
- 2008-2013 Menjadi Gubernur Bank Indonesia.

Selasa, 06 Maret 2012


Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono adalah Presiden RI ke enam dan Presiden pertama yang dipilih langsung oleh Rakyat Indonesia. Bersama Drs. M. Jusuf Kalla sebagai wakil presidennya, beliau terpilih dalam pemilihan presiden di 2004 dengan mengusung agenda “Indonesia yang lebih Adil, Damai, Sejahtera dan Demokratis”, mengungguli Presiden Megawati Soekarnoputri dengan 60% suara pemilih. Pada 20 Oktober 2004 Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik beliau menjadi Presiden.
Presiden SBY, seperti banyak rakyat memanggilnya, lahir pada 9 September 1949 di Pacitan, Jawa Timur. Seorang ilmuwan teruji, beliau meraih gelar Master in Management dari Webster University, Amerika Serikat tahun 1991. Lanjutan studinya berlangsung di Institut Pertanian Bogor, dan di 2004 meraih Doktor Ekonomi Pertanian.. Pada 2005, beliau memperoleh anugerah dua Doctor Honoris Causa, masing-masing dari almamaternya Webster University untuk ilmu hukum, dan dari Thammasat University di Thailand ilmu politik.
Susilo Bambang Yudhoyono meraih lulusan terbaik AKABRI Darat tahun 1973, dan terus mengabdi sebagai perwira TNI sepanjang 27 tahun. Beliau meraih pangkat Jenderal TNI pada tahun 2000. Sepanjang masa itu, beliau mengikuti serangkaian pendidikan dan pelatihan di Indonesia dan luar negeri, antara lain Seskoad dimana pernah pula menjadi dosen, serta Command and General Staff College di Amerika Serikat. Dalam tugas militernya, beliau menjadi komandan pasukan dan teritorial, perwira staf, pelatih dan dosen, baik di daerah operasi maupun markas besar. Penugasan itu diantaranya, Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad, Panglima Kodam II Sriwijaya dan Kepala Staf Teritorial TNI.
Selain di dalam negeri, beliau juga bertugas pada misi-misi luar negeri, seperti ketika menjadi Commander of United Nations Military Observers dan Komandan Kontingen Indonesia di Bosnia Herzegovina pada 1995-1996.Setelah mengabdi sebagai perwira TNI selama 27 tahun, beliau mengalami percepatan masa pensiun maju 5 tahun ketika menjabat Menteri di tahun 2000. Atas pengabdiannya, beliau menerima 24 tanda kehormatan dan bintang jasa, diantaranya Satya Lencana PBB UNPKF, Bintang Dharma dan Bintang Maha Putra Adipurna. Atas jasa-jasanya yang melebihi panggilan tugas, beliau menerima bintang jasa tertinggi di Indonesia, Bintang Republik Indonesia Adipurna.
Sebelum dipilih rakyat dalam pemilihan presiden langsung, Presiden Yudhoyono melaksanakan banyak tugas-tugas pemerintahan, termasuk sebagai Menteri Pertambangan dan Energi serta Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan pada Kabinet Persatuan Nasional di jaman Presiden Abdurrahman Wahid. Beliau juga bertugas sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dalam Kabinet Gotong-Royong di masa Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada saat bertugas sebagai Menteri Koordinator inilah beliau dikenal luas di dunia internasional karena memimpin upaya-upaya Indonesia memerangi terorisme.
Presiden Yudhoyono juga dikenal aktif dalam berbagai organisasi masyarakat sipil. Beliau pernah menjabat sebagai Co-Chairman of the Governing Board of the Partnership for the Governance Reform, suatu upaya bersama Indonesia dan organisasi-organisasi internasional untuk meningkatkan tata kepemerintahan di Indonesia. Beliau adalah juga Ketua Dewan Pembina di Brighten Institute, sebuah lembaga kajian tentang teori dan praktik kebijakan pembangunan nasional.
Presiden Yudhoyono adalah seorang penggemar baca dengan koleksi belasan ribu buku, dan telah menulis sejumlah buku dan artikel seperti: Transforming Indonesia: Selected International Speeches (2005), Peace deal with Aceh is just a beginning(2005), The Making of a Hero(2005), Revitalization of the Indonesian Economy: Business, Politics and Good Governance(2002), dan Coping with the Crisis – Securing the Reform(1999). Ada pula Taman Kehidupan, sebuah antologi yang ditulisnya pada 2004. Presiden Yudhoyono adalah penutur fasih bahasa Inggris.
Presiden Yudhoyono adalah seorang Muslim yang taat. Beliau menikah dengan Ibu Ani Herrawati dan mereka dikaruniai dengan dua anak lelaki. Pertama adalah Letnan Satu Agus Harimurti Yudhoyono, lulusan terbaik Akademi Militer tahun 2000 yang sekarang bertugas di satuan elit Batalyon Lintas Udara 305 Kostrad. Putra kedua, Edhie Baskoro Yudhoyono, mendapat gelar bidang Ekonomi dari Curtin University, Australia.

Senin, 05 Maret 2012

figure of speech in Indonesian

Style Language (figure of speech) is the way the author uses language as a tool to realize the fruit of thought and feeling / what is latent in his soul. Basically the style of language (figure of speech) is divided into two groups, namely:

a. Stylistics of social / community
 That is a style that is in use by the public sastrswan on
 zamanya / generation. For example, the authors of the language style library hall.
b. Stylistic individual / individuals
 That is a style that is contained on one author / poet
 (Subjective)

At this time the style of language is a way of a common language, in use not only by artists but also by the clouds. (Mostly) common =)

This type of style language
Broadly speaking, to differentiate the four types, are as follows.
A. Stylistic comparison 3. Stylistic endorsement
2. Stylistic allusion 4. Style of conflict

Stylistic perbandigan
A. Style personified 5. Style associations 9. Style of parallel 13. Style trupen
2. Metaphorical style 6. Senekdokhe style 10. Simbalik style 14. Style prirase
3. 7-style hyperbole. Metamonia style 11. Alegari style 15. Style euphemism
4. Style hyperbole 8. Antonomasia12.Gaya style alusio 16. Style apotofa

A. Style, personifikasii (pengisaran individual style)
Suppose lifeless objects in such person / inanimate objects that can move, for example: - menyiur leaves waving in the wind blow
  - Like a motorcycle's time in pesiun

2. STYLE metaphorical language (direct comparison)
A benada in comparison with other objects that have properties similar to these objects <semula>
For example: - goddess of the night coming out of peraduanya
  - Now it is like scum

3. LANGUAGE STYLE BALL hyper (excessive comparisons)
By using words that connote a sense of greater or pengertianya from its original meaning
For example: - the price of gasoline soared to the sky
  - Tiger on say grandfather, grandmother or grandfather

4. STYLE litotes (humble)
Using words that are opposite in meaning to that intended, but the purpose is only to humble himself.
For example: - What would you expect from me
    - The science of wealth was no less
    - Sorry, sodium absorption ratio can provide anything

5. STYLE euphemism (smoothing)
Replace a word with other words that take more subtle or polite, also are intended to avoid taboo
For example: - sorry, I'll be back soon
  - Tiger's grandmother or grandfather's grandfather says

6. FORCE ASSOCIATION (Response)
Which provide a comparison to something already mentioned objects, which cause an association <response> to the original object, so the picture is more clear.
For example: - his face pale, like a month late
     - His spirit hard as steel

7. STYLE SEYEKDOKHE
This style is differentiated into two types, are as follows:
a. Pars pro toto senekdokhe style <in part to all> the mention of
 an object, but the fact that the whole purpose,
 for example: - my father bought 20 eggs
      - Per head are required to pay Rp. 500.00
b. Senekdokhe pro-style totem prarte <all for some>
 By calling the whole, but which are intended only partially.
 For example: - Our school won the 1
   - RI women will commemorate Kartini Day

8. STYLE METOMONIA (substitute name)
 Dimasudkan change their objects only by name / brand alone,
 For example: - they go with toyota
   - Father's brother in order to buy breadfruit
   - Apparently five male black child
   <Replacement cat fur hita>

9. ANTONOMAYA (mentioning things that are not bright)
 Who uses a different name instead of mentioning the name of a person with
 nature, state features, such as: - the big belly fat (the fat)
 - The holy book of Islam should not be added or changed


10. Allegory STYLE <denoted>
By considering a parable to that in the short-painting a painting. For example: - the interest has grown in the garden and fragrant fruit beetles then fly buzzing around as about to offer himself <flower girl, the young beetles>




11. STYLE parallel
Contained in all statements, finely knotted in the essay on the secret of life, philosophy of life as a lesson that should be in the sample.
For example: - Ramayana and Mahabharata

12. SYMBOLIC STYLE (symbolism)
Describing something with other objects as symbols / symbolism
For example: - jasmine symbolizes purity =
 - Loan sharks = symbolizes metaphor for the bleeder
With this life we ​​often find nyang merciless usurer suck the blood of the people that are not red.




13. STYLE ALUSIO
Figurative style by using the phrase, proverb / rhyme sampiran know that it is in general,
for example: - you do not always eat the heart of the mother
 - Ah, he's a loud sound empty kegs


* STYLE PRIFRASE <style parsing>
That pass something by using a word that contains a series of words meaning the same word in the dressing

* STYLE APOSTROFA
Penyapa style is not to the human
For example: - O woods and leaves
- Why did you have fun


Language style innuendo
A. 2 style irony. 3 stylish cynicism. Style of sarcasm

A. STYLE IRONY <SINDIRAN HALUS>
Mengatajkan satirical way with the inverse of the real situation in order to satirize people / just joking.
For example: - you are almost too late (too late though)
  - A nice painting (presented to a student who will drawing be wall)

2. STYLE CYNICISM
Satirical way that is greater than the irony. The converse usually no longer be said, but to say that a rougher again inverse
For example: - I am disgusted look at your behavior!
 - Fragrant abumu true!



3. STYLE sarcasm
The greatest satirical style when compared with irony and cynicism because menunjukakn spark of an annoyance. Hatred / anger <usually with harsh words or less polite>
For example: - your brain emang pinhead!
   - Pshaw, like a bear's face, memuakan!
   - Bastard! Dogs, bastards!



Stylistic confirmation

A. redundance style 7. Koreksio style 12. Enumeration styles
2. repetesio style 8. Asindesan style 13. Elliptical style
3. Petalellisme style 9. Polisdetan style 14. Style preterito
4. Tautdogi style 10. Interpusi style 15. Style inversion
5. Style climax 11. Eksklomasi style 16. Rhetorical style
6. 17 anti-climax style. Oratorical style




A. STYLE redundance
By using a word that did not need words, because nature is sometimes stated in the previous (in assert)
For example: - he was fighting down
  - I witnessed the accident with my own eyes


2. STYLE REPITISIO (looping style in plain language / free)
Style confirmation by repeating a single word / phrases in a regular narrative / in prose. Often used in speeches, conversations.
For example: - as long as breath was blowing, as long as blood is still flowing, as long as the heart is still beating, during which I also have to work and try to
 - Who's no wonder, who would not ask, do not worry about who will
  pebuatan it?

3. STYLE parallelism (repetition in poetry style)
With a pattern repeat a single word / phrases in the style of the poem into 2 types, are as follows.
a. Parallelism (from the beginning of a sentence)
For example:
From which the floating rice
From the field down to the times
From which the affection
From the eyes down to the heart
b. EPIPORA parallelism (at end of sentence)
For example:
If you want, it will come
If you're mum, she would come
If you ask, he will come
4. STYLE climax (rising)
By stating a few things in a row that more and more increasing, for example: a. Colonization means suffering, exploitation, and oppression
  b. Not only 100.000/100, even thousands who suffer from hunger.

Minggu, 04 Maret 2012

Abstrack :
Interest is one amongst the phychologicai aspects ought to recene attetion from the coach or sport trainer,in sport activities,interest is vital as a result of. will have an effect on what proportion attetion one amongst the activities or actions that he did well in sports and in different areas.

This study aims to determing factors intrinsic and extrinsic faktors that have an effect on the interests of childrenplaying soccer petrogres. This analysis is quantitave descripting analysis that aims to offer apicture of the article to be observed subject who applied during this reseach.
Is petrogres foot ball faculty students starting the age cabetown 10-12 years. Amounting to a hundred twenty five folks,because the themes numberring quite a hundred. The researchers took four-hundredth of the quantity of subject to be studied is a hundred twenty five x forty p.c = fifty . A sample of this study amounted . To thus folks . the strategy lised during this study is that the absevation meted by lising the spead of item duertionnaire with thirty duestions consiting of fourteen things of duestions to. Factors arising from out aspect.

From this study indicate that tho pencentange of foot ball following the. Chid's interest in petrogres infiuenced by factors arrsing from whitin the. " terribly agree" the maximum amount of forty nine,86 p.c " agree" the maximum amount as thirty one,43 p.c " wavers " the maximum amount as ten,71 p.c " not agree" the maximum amount as half dozen,57 % ,and who answered" strongly. Disagree" the maximum amount as one,43 % , whive the percetagg of foot ball following the child's interes in petrogres infiuenced by factors arising from out aspect is " terribly agree" the maximum amount as forty two,13 p.c " agree" the maximum amount as twenty six,25 %.
" wavers" the maximum amount as fourteen,37 p.c " not agree" the maximum amount as twelve,5 and try to who. Answerd" strongly disagree" the maximum amount as four,75%

Sabtu, 03 Maret 2012

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirrobbil’alamin, Allahuma sholi ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad, amma ba’du.
Terlebih dahulu marilah kita bersyukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya pada saat ini kita dapat memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW dalam suasana cerah, sehat wal afiat tak kurang sesuatu apapun.
Semoga salam dan rahmat senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman terang benderang yaitu dengan tegaknya agama islam.
Hadirin-hadirat kaum muslimin yang berbahagia.
Orang-orang yang beriman dan berilmu serta mengamalkan ilmunya itu akan ditinggikan derajatnya oleh Allah Swt. Sesuai dengan firman-Nya:
Yang Artinya:
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Q.S. Al- Mujadalah: 11).
Hadirin-hadirat yang berbahagia
setiap orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu; menuntut ilmu, mengamalkannya, dan mengajarkannya kepada orang lain.
Kewajiban menuntut ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu-ilmu agama Islam yang juga merupakan salah satu alat dan berjihad. Jika perperangan itu bertujuan mengalahkan musuh-musuh Islam serta mengamankan jalan dakwah Islamiyah, maka menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama bertujuan untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama Islam agar dapat disebarluaskan dan dipahami oleh segala lapisan masyarakat.
Kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan di sini adalah dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi, agama adalah sistem hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskanserta menyejahterakan kehidupan umat serta idak bertentangan dengan norma-norma agama, wajib dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah Swt untuk memakmurkan bumi ini dan menciptakan pola kehidupan yang baik. Dan ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuaan tersebut. Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban adalah wajib pula menyediakannya.
Islam mewajibkan umatnya menuntut ilmu, karena ilmu itu kehidupan bagi Islam dan tiang Iman. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw yang Artinya:
Ilmu itu kehidupan Islam dan tiang Iman, barang siapa mengajarkan ilmu, maka Allah Swt menyempurnaka pahalanya, dan barang siapa belajar kemudian mengamalkannya, maka Allah Swt mengajarkan kepadanya apa yang belum diketahuinya.
Orang yang berusaha menuntut ilmu, dimudahkan oleh Allah Swt dalam menuju surga. Sabda Nabi Muhammad Saw:
“Barang siapa yang menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah Swt memudahkannya jalan ke surga.” (H.R. Muslim).
 Hadirin-hadirat yang dirahmati oleh Allah Swt.
 Demikianlah yang dapat kami sampaikan dalam acara yang penuh barokah ini, besar harapan kami mudah-mudahan ada guna dan manfaat khususnya bagi kami pribadi dan hadirin pada umumnya. Akhir kata dari kami, bila ada kekurangan pantaslah kami sebagai manusia biasa, dan bila ada lebihnya semata-mata itu datangnya dari Allah Swt.
Wallahul Muwafiq ilaa aqwamit thariq, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarokatuh.

Understanding the Earth Better

A) Why was the Earth created?

The Holy Qur'an in Surat TA-HA (20:53) says: "He who appointed the earth to be a cradle for you."

Allamah Tabataba'i in his Al-Mizan says: Thus Allah stationed man in the earth to live an earthly life, so that he may earn a provision for his heavenly and exalted life, in the manner that a baby is stationed in the cradle, and is brought up for a more sacred and developed life..." (Vol. 14, pg. 171)

From this we come to realize that the earth was created as a preparing ground & means for human perfection and the purity of the heart. Sadly, however, many a people, instead of maintaining it for a good Hereafter, tend to destroy it for selfish gains.

B) Do the human beings employ the earth for the purpose it was created?

The Holy Qur'an in Surat AL-ROOM (30:41) clearly talks of a people who instead of practically thanking Allah (swt) by utilizing the earth for its sacred purpose cause mischief therein and subsequently face its evil consequences: "Corruption has appeared in the land and sea, for that men's own hands have earned, that He may let them taste some of that which they have done, that haply so they may return."

And in Surat AL-ARAF (7:10), Almighty Allah says: "Indeed We made you live in the earth and made therein for you the means of livelihood; little is it that you thank."

In this verse, "little is it that you thank" should not merely taken as "verbal thanks," for the reality of "shukr" is to use the gift for the purpose it was created.

C) What is our duty towards the Earth today?

From the above discussion the answer is evident: Because the earth was created for achieving human perfection, we should make a firm resolve to utilize it solely for that. This however should not mean that we stop scientific advancements, for such ventures are also a means to help the creation of the earth. But making a resolve in utilizing the earth as a means for achieving human perfection requires us to have a good understanding of how to go about utilizing the earth and its resources properly. Revelation is the best source for guiding us here.

We should first try to study the elements that are responsible for mischief both in the physical as well as the spiritual world. So long as we have not searched for the root problem, our resolve to change, however firm it may be, would be futile. And as we make a firm resolve we should humbly pray to Allah (swt) to enable us maintain our resolve so that we have done our duty and removed ourselves from the group that is responsible for the earth crisis.

THE ROOT CAUSE:

Different seminars and discussions on the issue of the earth crisis have been, are being, and will be held in different parts of the world. Days like "the Earth day" is also celebrated to make the people realize the dangers facing the earth. The earth lovers mention several problems. The brevity of this speech however does not allow me to enumerate all. Some of the problems they cite are:

1. The depletion of the ozone layer [which acts like a sunscreen shielding the earth from harmful ultra violet radiation]. This is due to the usage of goods that contain CFC gases. Some dangers of ozone depletion are: skin cancers, eye disorders, global warming, etc.

2. The contamination of water. This is due to throwing industrial wastes in the water bodies. The Capitalistic and egoistic attitudes of the producers & manufacturers have no concern about the health risks of those using the waters. It is evident that using contaminated water has great health risks and dangers.

3. The contamination of air through Industrial wastes and other factors. Those who would like to know the details of the environmental problems may look at encyclopedias and the Internet.

But, we ask a fundamental question to ourselves: What is the ROOT CAUSE of the senseless attitude towards environmental pollution? If we answer that, we would then be able to respect the earth and lessen and perhaps even eradicate the ecological crisis that transpires in this oppressed earth.

The fundamental reason for such a crisis is an incorrect world-view or a narrow outlook towards this world. So long as the human being has not understood the meaning of this life, the purpose of his creation, the link between the Creator and the creation, he would never be merciful to himself, let alone the earth. The earth is merely a means for the aim of creation, which is the nearness and proximity of Allah (swt). It is due to ignorance of this fact or the lack of obedience on the part of us that causes the chaos in this transient earth. In fact why should the activists that struggle for bettering the physical environment forget the spiritual environment? The spiritual pollution is more grave than the physical one. Rather, the spiritual pollution is the cause of the physical pollution. In conclusion, two reasons may therefore contribute to the chaos that exists in the earth:

1. A wrong outlook towards the reality: disbelief in God, Revelation, the Hereafters, or having a concocted belief that is against the innate nature of the human being. These kinds of trends are followed by wrong judgments, which come about as a result of ignorance of the correct method of getting to the truth. And when one has a wrong outlook, and does not know the meaning of life, he would do whatever his ego wants. He would tend to forget the serenity of others.

2. Disobedience on the part of the believer: If a believer who has convictions about his true faith remains steadfast in following what Allah (swt) commands, the earth would be a place of serenity. Contrarily if he allows his desires to rule over his intellect, and is lax in his belief, he would cause great dangers not only for man, but the entire creation that lives on this earth.

Jumat, 02 Maret 2012

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Alhamdulillahirrobbil’alamin, Allahuma sholi ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad, amma ba’du.
Hadirin dan hadirat kaum muslimin yang berbahagia.
Pertama-tama perkenankan saya mengajak hadirin sekalian, marilah kita bersyukur kepada Allah Swt. atas rahmat, nikmat dan taufiq serta hidayah-Nya sehingga kita semua bisa berkumpul disini ditempat yang penuh barokah ini, dalam acara muhadhoroh akbar. Dan dalam kesempatan hari ini saya akan mengangkat judul tentang Birrul Walidain. Mudah-mudahan pertemuan kita pada siang hari ini dicatat oleh Allah Swt. sebagai amal ibadah yang ikhlas disisi-Nya. Amin… . Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkankan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad Saw. karena lantaran beliaulah sehingga kita mendapat petunjuk melalui ajaran-ajaran islam, dan dengan demikian kita bisa membedakan mana perkara yang haq dan mana perkara yang batil.
    Hadirin dan hadirat sekalian.
Ibu dan bapak adalah manusia yang paling dekat dengan kita. Sejak kita masih berada di alam rahim, ibu bapaklah yang pertama memikirkan tentang kita. Kemudian kita lahir di dunia, ibu bapa juga yang pertama menaruh perhatian dengan segala kasih sayang. Kita sakit, ibu bapaklah yang berupaya mengobati. Kita sedih, ibu bapaklah yang berupaya menghibur. Dan yang tak kalah pentingnya, ibu bapaklah yang membekali kita ilmu pengetahuan, mendidik kita sehinga kita mampu hidup dan menyesuaikan dengan lingkungan, bahkan kita bisa sukses dalam kehidupan.
    Islam mengajarkan agar seseorang berbakti, serta mentaati ibu bapak selama ibu bapak tidak menyuruh untuk menyekutukan Allah, maka kewajiban berikutnya adalah berbakti kepada ibu bapak.
Demikian istimewa Allah menyuruh orang menghormati dan memuliakan ayah bundanya dan mensyukuri jasa mereka, sehingga di dalam surat luqman ayat 14 dijelaskan:
Yang Artinya:
"Dan kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada dua orang tua ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang semakin bertambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu". (QS. Luqman : 14).
    hadirin sekalian yang berbahagia.
Marilah kita berbuat baik, berkhidmat dan menghormati kedua ibu bapak kita. Jangan mengecewakan hati mereka, jangan mendurhaka kepada keduanya. Karena kalau sudah mendurhaka, nyatalah kita menjadi seorang yang rendah budi, rusak akhlak, tidak membalas guna. Sehingga berkata "uffin"saja, yang berarti "cis" atau "akh" lagi terlarang dan haram. Apalagi perbuatan-perbuatan lain yang mengecewakan hati keduanya. Adakah patut, dari kecil kita dibesarkan dibelai dan diasuh, nyamuk seekorpun beliau halau, asalkan mata kita dapat tertidur. Di siang hari ayah kita berusaha bermandi keringat untuk  mencarikan makan kita, apakah patut ayah ibu kita durhakahi?.
Hadirin sekalian yang dirahmati oleh Allah Swt.
Berbuat baik kepada kedua orang tua tidak terbatas pada masa keduanya masih hidup. Sesudah keduanya meninggal pun kewajiban kepada keduanya masih tetap harus dilakukan.
Saudara-saudaraku yg dirahmati Allah, demikian yg dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kata – kata yang salah, mohon dimaklumi karena manusia tidak luput dari kesalahan, dan apabila dalam kata – kata saya terdapat kata – kata yang benar dan bermanfaat itu adalah kata – kata yang berasal dari Allah SWT. sekali lagi “kupat lepet bumbune santen, menawi kula lepat nyuwun agunge pangampunten.”
Billahit-taufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum wr. Wb.

Kamis, 01 Maret 2012

IKHLAS DALAM BERTINDAK


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirrobbil’alamin, Allahuma sholi ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad, amma ba’du.
Hadirin sekalian yang kami hormati.
Terlebih dahulu marilah kita semua mengucapkan syukur kita kepada Allah Swt. Atas rahmat dan hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada kita, sehingga kita saat ini bisa hadir dalam acara yang penuh barokah ini.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw, karena hanya dengan petunjuk beliau Islam bisa menyebar sampai pelosok dunia, sehinga kita mampu membedakan yang hak dan yang bathil. Semoga kita tergolong umat beliau Nabi besar Muhammad Saw yang setia kepadanya, agar kesuksesan dan kebaikan dunia akhirat benar-benar terwujud bagi kita semua. Amin… .
Hadirin-hadirat yang berbahagia.
Dalam kesempatan hari ini, saya akan menguraikan tentang "Ikhlas". Ketahuilah bahwa sesungguhnya ikhlas mempunyai hakikat, pokok dan kesempurnaan. Maka, ini merupakan tiga rukun. Pokoknya adalah niat, karena disitulah keikhlasan berada. Hakikatnya adalah meniadakan unsur yang mencampuri dari niat, dan kesempurnaannya adalah kejujuran.
    Keikhlasan berkaitan dengan menyucikan perbuatan dan amalan dari cacat-cacat riya (pamrih), demi menjadikan perbuatan dan amal kita semata-mata karena Allah Swt, sesuai dengan firman-Nya:
Yang Artinya:
Siapapun yang menginginkan pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah ia melakukan amalan-amalan shaleh dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu dalam ibadah kepada-Nya. (QS. Al-Kahfi: 110).

    Manusia tak dapat memiliki pengetahuan luas, sebelum ia menganggap manusia lain sebagai media dalam berhubungan dengan Allah Swt, dan menganggap dirinya sebagai manusia yang paling hina.
Hadirin-hadirat yang kami hormati.
Keikhlasan merupakan bintang petunjuk yang cemerlang, yang menunjukkan jalan-jalan ketaatan sesungguhnya, dan ibadah yang tulus kepada Allah Swt. Setan telah menggunakan seluruh perangkapnya, untuk menjerat manusia melalui beraneka ragam harapan-harapan besar yang menipu, seperti kesenangan memiliki reputasi dan kekayaan, meraih kemuliaan, dan mencari keinginan-keinginan material.
Kadang-kadang, inspirasi-inspirasi setani dapat menyusup dalam bentuk bisikan yang lembut dan menipu. Karenanya, seseorang mungkin merasa melakukan amalan-amalan baik dengan ikhlas, namun, jika ia mengujinya secara seksama, ia akan menemukan bahwa perbuatan-perbutannya itu bercampur dengan riya. Inilah sesungguhnya salah satu kesalahan yang mana tak ada orang yang dapat menghindarinya, kecuali hamba-hamba Allah yang suci.
Hadirin sekalian yang berbahagia.
Dikisahkan bahwa seseorang berkata, selama tiga puluh tahun, saya terbiasa melaksanakan shalat-shalat berjama'ah di masjid pada shaf pertama. Suatu hari, saya terlambat disebabkan suatu hal dan saya terpaksa melaksanakan shalat pada shaf kedua. Segera saya berhenti shalat, sebab saya merasa malu. Yang terjadi kemudian adalah saya menyadari bahwa shalat-shalat saya terdahulu (selama tiga puluh tahun) merupakan sumber kesenanganku saja.
Hadirin-hadirat yang dirahmati oleh Allah Swt.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan dalam acara yang penuh barokah ini, besar harapan kami mudah-mudahan ada guna dan manfaat khususnya bagi kami pribadi dan hadirin pada umumnya. Akhir kata dari kami, bila ada kekurangan pantaslah kami sebagai manusia biasa, dan bila ada lebihnya semata-mata itu datangnya dari Allah Swt.
Wallahul Muwafiq ilaa aqwamit thariq, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarokatuh.

Senin, 27 Februari 2012

Pentingnya Pendidikan Islam


I. Pendahuluan
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk mengenalkan Islam ini diutus Rasulullah SAW. Tujuan utamanya adalah memperbaiki manusia untuk kembali kepada Allah SWT. Oleh karena itu selam kurang lebih 23 tahun Rasulullah SAW membina dan memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT.
Manusia mendapat kehormatan menjadi khalifah di muka bumi untuk mengolah alam beserta isinya. Hanya dengan ilmu dan iman sajalah tugas kekhalifahan dapat ditunaikan menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seluruh makhluk-Nya. Tanpa iman akal akan berjalan sendirian sehingga akan muncul kerusakan di muka bumi dan itu akan membahayakan manusia. Demikian pula sebaliknya iman tanpa didasari dengan ilmu akan mudah terpedaya dan tidak mengerti bagaimana mengolahnya menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seisinya.
Sedemikian pentingnya ilmu, maka tidak heran orang-orang yang berilmu mendapat posisi yang tinggi baik di sisi Allah maupun manusia. (QS. Al Mujadilah (58) : 11)
Bahkan syaithan kewalahan terhadap orang muslim yang berilmu, karena dengan ilmunya, ia tidak mudah terpedaya oleh tipu muslihat syaithan.
Muadz bin Jabal ra. berkata: “Andaikata orang yang beakal itu mempunyai dosa pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya dia cenderung masih bisa selamat dari dosa tersebut namun sebaliknya, andaikata orang bodoh itu mempunyai kebaikan dan kebajikan pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya ia cenderung tidak bisa mempertahankannya sekalipun hanya seberat biji sawi.”
Ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Ia menjawab, “Sesungguhnya jika orang berakal itu tergelincir, maka ia segera menyadarinya dengan cara bertaubat, dan menggunakan akal yang dianugerahkan kepadanya. Tetapi orang bodoh itu ibarat orang yang membangun dan langsung merobohkannya karena kebodohannya ia terlalu mudah melakukan apa yang bisa merusak amal shalihnya.”
Kebodohan adalah salah satu faktor yang menghalangi masuknya cahaya Islam. Oleh karena itu, manusia butuh terapi agar menjadi makhluk yang mulia dan dimuliakan oleh Allah SWT. Kemuliaan manusia terletak pada akal yang dianugerahi Allah. Akal ini digunakan untuk mendidik dirinya sehingga memiliki ilmu untuk mengenal penciptanya dan beribadah kepada-Nya dengan benar. Itulah sebabnya Rasulullah SAW menggunakan metode pendidikan untuk memperbaiki manusia, karena dengan pendidikanlah manusia memiliki ilmu yang benar. Dengan demikian, ia terhindar dari ketergelinciran pada maksiat, kelemahan, kemiskinan dan terpecah belah.
II. Pentingnya Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik. Tak heran bila kini pemerintah mewajibkan program belajar 9 tahun agar masyarakat menjadi pandai dan beradab. Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan.
Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu: tilawah (membacakan ayat Allah), tazkiyah (mensucikan jiwa) dan ta’limul kitab wa sunnah (mengajarkan al kitab dan al hikmah). Pendidikan dapat merubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik disebabkan pendidikan mempunyai kelebihan. Pendidikan mempunyai ciri pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh, pemeliharaan apa yang telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu yang diperolehnya dan agar tetap pada rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang tenang, akal yang cerdas dan fisik yang kuat serta banyak beramal.
Pendidikan Islam berpadu dalam pendidikan ruhiyah, fikriyah (pemahaman/pemikiran) dan amaliyah (aktivitas). Nilai Islam ditanamkan dalam individu membutuhkan tahpan-tahapan selanjutnya dikembangkan kepada pemberdayaan di segala sektor kehidupan manusia. Potensi yang dikembangkan kemudian diarahkan kepada pengaktualan potensi dengan memasuki berbagai bidang kehidupan. (QS. Ali Imran (3) : 103)
Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui Rasul-Nya bersumber kepada Al Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan tarbiyah akan membentuk masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Ilah saja.
Kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat. Hasil ilmu yang diperolehnya adalah kenikmatan yang besar, yaitu berupa pengetahuan, harga diri, kekuatan dan persatuan.
Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki gambaran tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh. 
Interaksi di dalam diri ini memberi pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku dan amalnya sehingga menghasilkan akhlaq yang baik. Akhlaq ini perlu dan harus dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al Qur’an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah, berhubungan kepada keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka semakin banyak amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan. Selain itu latihan akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang akhirnya menjadi gaya hidup sehari-hari.
III. Kesinambungan dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dalam bahasa Arab disebut tarbiyah Islamiyah merupakan hak dan kewajiban dalam setiap insan yang ingin menyelamatkan dirinya di dunia dan akhirat. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai akhir hayat.” Maka menuntut ilmu untuk mendidik diri memahami Islam tidak ada istilah berhenti, semaki banyak ilmu yang kita peroleh maka kita bertanggung jawab untuk meneruskan kepada orang lain untuk mendapatkan kenikmatan berilmu, disinilah letak kesinambungan.
Selain merupakan kewajiban, kegiatan dididik dan mendidik adalah suatu usaha agar dapat memiliki ma’dzirah (alasan) untuk berlepas diri bila kelak diminta pertanggungjawaban di sisi Allah SWT yakni telah dilakukan usaha optimal untuk memperbaiki diri dan mengajak orang lain pada kebenaran sesuai manhaj yang diajarkan Rasulullah SAW.
Untuk menghasilkan Pendidikan Islam yang berkesinambungan maka dibutuhkan beberapa sarana, baik yang mendidik maupun yang dididik, yaitu:
1. Istiqomah
Setiap kita harus istiqomah terus belajar dan menggali ilmu Allah, tak ada kata tua dalam belajar, QS. Hud (11) : 112, QS. Al Kahfi (18) : 28
2. Disiplin dalam tanggung jawab
Dalam belajar tentu kita membutuhkan waktu untuk kegiatan tersebut. sekiranya salah satu dari kita tidak hadir, maka akan mengganggu proses belajar. Apabila kita sering bolos sekolah, apakah kita akan mendapatkan ilmu yang maksimal. Kita akan tertinggal dengan teman-teman kita, demikian pula dengan guru, apabila ia sering membolos tentu anak didiknya tidak akan maju karena pelajaran tidak bertambah.
3. Menyuruh memainkan peran dalam pendidikan
Setiap kita dituntut untuk memerankan diri sebagai seorang guru pada saat-saat tertentu, memerankan fungsi mengayomi, saat yang lainnya berperan sebagai teman. Demikiannya semua peran digunakan untuk memaksimalkan kegiatan pendidikan.
Referensi :
1. Tarbiyah Islamiyah Harokiyah, DR. Irwan Prayitno
2. Tarbiyah Menjawab Tantangan, Mahfudz Siddiq

Pentingnya Pendidikan Agama Bagi Anak Umat Islam

Khutbah Pertama
Allah telah memberikan amanah yang sangat besar di dalam kehidupan kita. Dimana amanah tersebut seharusnya kita tunaikan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Nya. Amanat tersebut berupa anak yang telah diberikan kepada kita, kita telah diperintahkan untuk melepaskan diri, keluarga, dan termasuk anak kita dari api neraka jahannam.
“Wahai orang orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan, padanya ada malaikat yang kasar, mereka tidaklah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka.”
Allah telah menjadikan kita sebagai pemimpin bagi keluarga kita, yang tentunya kita juga akan dimintai pertanggung jawaban. Maka seharusnya suami dan istri saling bekerjasama dalam membina keluarga, karena masing-masing akan dimintai pertanggung-jawaban.
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggung-jawaban, maka seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung-jawaban, dan seorang suami adalah pemimpin keluarganya dan akan dimintai pertanggung-jawaban, dan seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggung-jawaban, dan seorang budak adalah pemimpin pada harta majikannya dan akan dimintai pertanggung-jawaban, maka ketahuilah bahwa setiap diri kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung-jawaban.”
“Allah telah mewasiatkan di dalam perkara anak-anak kalian”
Maka orang tua hendaknya bertanggung jawab terhadap keluarga dan keturunannnya, jangan sampai dia dan keturunannnya mendapatkan kemurkaan dari Allah. Maka hendaknya pemimpin keluarga memberikan pelajaran agama yang baik kepada anak keturunannya agar mereka dapat menjadi anak yang shalih. Rasulullah bersabda dalam hadits Ibnu Abbas dalam riwayat Tarmidzi
“Wahai anak kecil, sesungguhnya aku mengajari engkau beberapa kalimat, jagalah Allah maka Allah akan menjagamu, jagalah Allah maka engkau akan mendapatkan Allah di hadapanmu, apabila engkau meminta maka mintalah kepada Allah, apabila engkau memohon pertolongan maka mintalah kepada Allah”
Dalam hadits ini menunjukkan perhatian beliau yang besar dalam mendidik anak kaum muslimin. Terlebih bagi mereka yang telah menjadi kepala keluarga, wajib bagi mereka mengajarkan agama Allah baik berupa tauhid, akhlaq, adab, dsb karena semuanya adalah tanggung jawab dari orang tua. Saat rasulullah melihat seorang anak kecil yang makan dengan adab yang jelek, maka beliau bersabda
“Wahai anak kecil, apabila engkau makan maka bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, makanlah mulai dari yang dekat denganmu.”
Demikianlah Rasulullah memberikan pelajaran kepada anak-anak kaum muslimin dengan pelajaran yang diperintahkan oleh Allah. Sebelum datang suatu hari yang menghancurkan dunia ini, hari dimana seseorang akan lari dari saudaranya sendiri, dari bapak dan ibunya, dan dari istri dan anak-anaknya. Pada hari inilah kita mempertanggung jawabkan kehidupan kita di dunia, kita tidak bisa lagi mendidik anak-anak kita karena kesempatan tersebut hanya di dunia saja. Pendidikan anak-anak perlu kita perhatikan karena merekalah kebahagiaan atau kesedihan bagi kita.
“Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian adalah fitnah”
Karena itu disamping kita mendidik dan mengarahkan anak-anak kita kepada Islam, tentunya kita tetap menyerahkan hasilnya kepada Allah. Karena yang dapat memberikan hidayah hanyalah Allah. Allah yang akan menentukan mereka mendapat petunjuk atau menjadi tersesat.
Ketika Nabi Isa baru lahir dan ditanya oleh Bani Israil, maka Nabi Isa menjawab, “sesungguhnya aku adalah hamba Allah, Allah yang telah memberikan kepadaku Al Kitab dan menjadikan aku sebagai Nabi. Dan menjadikan aku diberkahi dimanapun aku berada, dan Allah yang mewasiatkan kepadaku untuk menegakkan shalat dan zakat selama aku masih hidup.”
Kemudian dari pernyataan Nabi Isa tersebut dapat kita ketahui bahwa Allah-lah yang telah menjadikan beliau sebagai orang yang shalih, sebagai seorang Nabi, dan sebagai orang yang menerima kitab suci. Kemudian perkataan Nabi Isa yang lainnya:
“Dan Allah yang telah menjadikan aku sebagai anak yang berbakti kepada orang tuaku dan tidak menjadikan aku sebagai orang yang keras dan kasar.”
Maka apabila kita mengetahui hal ini seharusnya kita berusaha sebaik-baiknya, memohon pertolongan kepada Allah, agar anak keturunan kita dapat menjadi generasi yang shalih. Pertolongan dari Allah kita perlukan karena hidayah itu hanya datang dari Allah, bahkan Nabi Nuh tidak dapat memberikan hidayah kepada anaknya.
Berkata Nabi Nuh terhadap anaknya, “Wahai Anakku, marilah berlayar bersamaku, dan janganlah kamu bersama orang yang kafir”, jawab anaknya, “Aku akan berlindung ke puncak gunung yang dapat menjauhkan aku dari air”. Nabi Nuh berkata, “Pada hari ini tidak ada yang dapat terjaga dari perintah Allah kecuali yang disayangi oleh Allah. Wahai Rabbku sesungguhnya anakku adalah termasuk dari keluargaku, dan sesungguhnya janjimu adalah benar dan engkau adalah Dzat yang maha bijaksana”, jawab Allah, “Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk dari keluargamu, karena dia beramal yang tidak baik. Maka jangan engkau meminta kepada-Ku sesuatu yang engkau tidak memiliki ilmu di dalamnya, sesungguhnya Aku mengingatkanmu agar engkau tidak termasuk orang-orang yang bodoh”, jawab Nabi Nuh, “Wahai Rabbku, kalau seandainya engkau tidak mengampuni dan dan menyanyangi aku maka benar benar aku akan menjadi orang orang yang merugi.”
Akan tetapi seorang anak yang shalih dapat menjadi sebuah permata yang sangat indah. Seperti Nabi Ismail terhadap Nabi Ibrahim, ketika Nabi Ibrahim berkata, “Wahai Anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, bagaimana pendapatmu? Wahai Bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, dan niscaya engkau akan mendapatiku termasuk orang orang yang bersabar.”
Lihatlah bagaimana jawaban dari anak yang shalih kepada bapak yang shalih, padahal mereka berdua diperintahkan untuk mengerjakan suatu hal yang sangat berat. Demikianlah kisah dari keluarga yang shalih, apabila seorang anak telah dijadikan sebagai seorang yang shalih oleh Allah, maka hal tersebut mungkin akan menjadi sebab baiknya kedua orang tuanya, tetapi apabila anak tersebut jelek, mungkin hal tersebut akan menjadi sebab kekafiran kedua orang tuanya.
Sebagaimana Allah telah mengingatkan kita dalam kisah Nabi Khidr dan Nabi Musa. Ketika Allah memerintahkan Nabi Khidr untuk membunuh seorang anak kecil, kemudian nabi Musa berkata, “Kenapa engkau membunuh seorang jiwa padahal dia tidak membunuh jiwa yang lain ?, sungguh Engkau telah melakukan sesuatu yang mungkar”, jawab Nabi Khidr, “Bukankah sudah aku katakan bahwa Engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku ?”.
Kemudian di akhir kisah Nabi Khidr menjelaskan alasannya. Beliau melakukan hal tersebut karena anak kecil yang beliau bunuh sesungguhnya memiliki dua orang tua yang shalih. Dan beliau takut anak tersebut akan memaksa kedua orang tuanya menuju kekafiran, maka beliau ingin agar Allah memberikan ganti anak yang lebih shalih dan lebih penyayang kepada kedua orang tuanya.
Pada ayat ini disebutkan bahwa seorang anak dapat menjadi sebab kekafiran kedua orang tuanya. Maka anak adalah jaminan terhadap kelurusan agama kita, oleh karena itu barang siapa yang ingin istiqomah di dalam agama ini, maka hendaknya dia mendidik anaknya dengan keshalihan, karena hal tersebut diharapkan menjadi penyebab Allah memberikan kebaikan kepada kedua orang tuanya.
Khutbah ke dua.
Dan termasuk kebiasaan orang yang shalih adalah berdoa agar keturunannya diperbaiki agamanya.
“Wahai Rabb kami, berikanlah kepada kami dari istri dan anak sebagai pelembut dan penenang jiwa kami. Dan jadikanlah kami semua (suami, istri dan anak) sebagai pemuka orang yang bertakwa.”
Rasulullah mendoakan Hasan dan Usamah bin Zaid dalam hadits riwayat imam Bukhari, “Ya Allah, sesunggguhnya aku mencintai keduanya, maka cintailah kedua anak ini.”
Demikian pula doa beliau terhadap Abdullah bin Jafar, “Ya Allah, jadikanlah pada keluarga Jafar kebaikan, dan berkahilah Abdullah pada tangan kanannya.”
“Ya Allah, berilah kepada Anas bin Malik harta dan anak yang banyak, dan berkahilah kepada yang engkau berikan kepada mereka.”
Dan doa beliau terhadap Abdullah bin Abbas, “Ya allah pahamkanlah dia dengan agama, dan pahamkanlah dia dengan tafsir.”
Dan termasuk hal yang harus kita perhatikan dalam pendidikan anak kita adalah jangan sampai kita mengeluarkan suatu ucapan yang jelek, bagaimanapun keadaan kita. Ketika Rasulullah mendengar seseorang melaknat untanya, maka Rasulullah bertanya kepada sahabatnya, “Siapa yang tadi melaknat ?, saya, turunlah engkau dari untamu, jangan engkau menyertai kami dengan sesuatu yang telah dilaknat, janganlah kalian mendoakan keburukan bagi diri diri kalian, anak-anak, dan harta kalian, jangan sampai ketika kalian berdoa kejelekan tersebut bertepatan dengan waktu yang Allah mengabulkan doa tersebut.”
Alhamdulillah link sudah di update, silahkan di download ulang. Jazakallah khair kepada Ashthy.wordpress.
[Khutbah Jumat] Pentingnya Pendidikan Agama Bagi Anak Umat Islam
Posted on 08/01/2009 by Al Ustadz Abdul Muthi Al Maidany 15 Comments
Khutbah Pertama
Allah telah memberikan amanah yang sangat besar di dalam kehidupan kita. Dimana amanah tersebut seharusnya kita tunaikan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Nya. Amanat tersebut berupa anak yang telah diberikan kepada kita, kita telah diperintahkan untuk melepaskan diri, keluarga, dan termasuk anak kita dari api neraka jahannam.
“Wahai orang orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan, padanya ada malaikat yang kasar, mereka tidaklah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka.”
Allah telah menjadikan kita sebagai pemimpin bagi keluarga kita, yang tentunya kita juga akan dimintai pertanggung jawaban. Maka seharusnya suami dan istri saling bekerjasama dalam membina keluarga, karena masing-masing akan dimintai pertanggung-jawaban.
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggung-jawaban, maka seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung-jawaban, dan seorang suami adalah pemimpin keluarganya dan akan dimintai pertanggung-jawaban, dan seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggung-jawaban, dan seorang budak adalah pemimpin pada harta majikannya dan akan dimintai pertanggung-jawaban, maka ketahuilah bahwa setiap diri kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung-jawaban.”
“Allah telah mewasiatkan di dalam perkara anak-anak kalian”
Maka orang tua hendaknya bertanggung jawab terhadap keluarga dan keturunannnya, jangan sampai dia dan keturunannnya mendapatkan kemurkaan dari Allah. Maka hendaknya pemimpin keluarga memberikan pelajaran agama yang baik kepada anak keturunannya agar mereka dapat menjadi anak yang shalih. Rasulullah bersabda dalam hadits Ibnu Abbas dalam riwayat Tarmidzi
“Wahai anak kecil, sesungguhnya aku mengajari engkau beberapa kalimat, jagalah Allah maka Allah akan menjagamu, jagalah Allah maka engkau akan mendapatkan Allah di hadapanmu, apabila engkau meminta maka mintalah kepada Allah, apabila engkau memohon pertolongan maka mintalah kepada Allah”
Dalam hadits ini menunjukkan perhatian beliau yang besar dalam mendidik anak kaum muslimin. Terlebih bagi mereka yang telah menjadi kepala keluarga, wajib bagi mereka mengajarkan agama Allah baik berupa tauhid, akhlaq, adab, dsb karena semuanya adalah tanggung jawab dari orang tua. Saat rasulullah melihat seorang anak kecil yang makan dengan adab yang jelek, maka beliau bersabda
“Wahai anak kecil, apabila engkau makan maka bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, makanlah mulai dari yang dekat denganmu.”
Demikianlah Rasulullah memberikan pelajaran kepada anak-anak kaum muslimin dengan pelajaran yang diperintahkan oleh Allah. Sebelum datang suatu hari yang menghancurkan dunia ini, hari dimana seseorang akan lari dari saudaranya sendiri, dari bapak dan ibunya, dan dari istri dan anak-anaknya. Pada hari inilah kita mempertanggung jawabkan kehidupan kita di dunia, kita tidak bisa lagi mendidik anak-anak kita karena kesempatan tersebut hanya di dunia saja. Pendidikan anak-anak perlu kita perhatikan karena merekalah kebahagiaan atau kesedihan bagi kita.
“Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian adalah fitnah”
Karena itu disamping kita mendidik dan mengarahkan anak-anak kita kepada Islam, tentunya kita tetap menyerahkan hasilnya kepada Allah. Karena yang dapat memberikan hidayah hanyalah Allah. Allah yang akan menentukan mereka mendapat petunjuk atau menjadi tersesat.
Ketika Nabi Isa baru lahir dan ditanya oleh Bani Israil, maka Nabi Isa menjawab, “sesungguhnya aku adalah hamba Allah, Allah yang telah memberikan kepadaku Al Kitab dan menjadikan aku sebagai Nabi. Dan menjadikan aku diberkahi dimanapun aku berada, dan Allah yang mewasiatkan kepadaku untuk menegakkan shalat dan zakat selama aku masih hidup.”
Kemudian dari pernyataan Nabi Isa tersebut dapat kita ketahui bahwa Allah-lah yang telah menjadikan beliau sebagai orang yang shalih, sebagai seorang Nabi, dan sebagai orang yang menerima kitab suci. Kemudian perkataan Nabi Isa yang lainnya:
“Dan Allah yang telah menjadikan aku sebagai anak yang berbakti kepada orang tuaku dan tidak menjadikan aku sebagai orang yang keras dan kasar.”
Maka apabila kita mengetahui hal ini seharusnya kita berusaha sebaik-baiknya, memohon pertolongan kepada Allah, agar anak keturunan kita dapat menjadi generasi yang shalih. Pertolongan dari Allah kita perlukan karena hidayah itu hanya datang dari Allah, bahkan Nabi Nuh tidak dapat memberikan hidayah kepada anaknya.
Berkata Nabi Nuh terhadap anaknya, “Wahai Anakku, marilah berlayar bersamaku, dan janganlah kamu bersama orang yang kafir”, jawab anaknya, “Aku akan berlindung ke puncak gunung yang dapat menjauhkan aku dari air”. Nabi Nuh berkata, “Pada hari ini tidak ada yang dapat terjaga dari perintah Allah kecuali yang disayangi oleh Allah. Wahai Rabbku sesungguhnya anakku adalah termasuk dari keluargaku, dan sesungguhnya janjimu adalah benar dan engkau adalah Dzat yang maha bijaksana”, jawab Allah, “Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk dari keluargamu, karena dia beramal yang tidak baik. Maka jangan engkau meminta kepada-Ku sesuatu yang engkau tidak memiliki ilmu di dalamnya, sesungguhnya Aku mengingatkanmu agar engkau tidak termasuk orang-orang yang bodoh”, jawab Nabi Nuh, “Wahai Rabbku, kalau seandainya engkau tidak mengampuni dan dan menyanyangi aku maka benar benar aku akan menjadi orang orang yang merugi.”
Akan tetapi seorang anak yang shalih dapat menjadi sebuah permata yang sangat indah. Seperti Nabi Ismail terhadap Nabi Ibrahim, ketika Nabi Ibrahim berkata, “Wahai Anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, bagaimana pendapatmu? Wahai Bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, dan niscaya engkau akan mendapatiku termasuk orang orang yang bersabar.”
Lihatlah bagaimana jawaban dari anak yang shalih kepada bapak yang shalih, padahal mereka berdua diperintahkan untuk mengerjakan suatu hal yang sangat berat. Demikianlah kisah dari keluarga yang shalih, apabila seorang anak telah dijadikan sebagai seorang yang shalih oleh Allah, maka hal tersebut mungkin akan menjadi sebab baiknya kedua orang tuanya, tetapi apabila anak tersebut jelek, mungkin hal tersebut akan menjadi sebab kekafiran kedua orang tuanya.
Sebagaimana Allah telah mengingatkan kita dalam kisah Nabi Khidr dan Nabi Musa. Ketika Allah memerintahkan Nabi Khidr untuk membunuh seorang anak kecil, kemudian nabi Musa berkata, “Kenapa engkau membunuh seorang jiwa padahal dia tidak membunuh jiwa yang lain ?, sungguh Engkau telah melakukan sesuatu yang mungkar”, jawab Nabi Khidr, “Bukankah sudah aku katakan bahwa Engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku ?”.
Kemudian di akhir kisah Nabi Khidr menjelaskan alasannya. Beliau melakukan hal tersebut karena anak kecil yang beliau bunuh sesungguhnya memiliki dua orang tua yang shalih. Dan beliau takut anak tersebut akan memaksa kedua orang tuanya menuju kekafiran, maka beliau ingin agar Allah memberikan ganti anak yang lebih shalih dan lebih penyayang kepada kedua orang tuanya.
Pada ayat ini disebutkan bahwa seorang anak dapat menjadi sebab kekafiran kedua orang tuanya. Maka anak adalah jaminan terhadap kelurusan agama kita, oleh karena itu barang siapa yang ingin istiqomah di dalam agama ini, maka hendaknya dia mendidik anaknya dengan keshalihan, karena hal tersebut diharapkan menjadi penyebab Allah memberikan kebaikan kepada kedua orang tuanya.
Khutbah ke dua.
Dan termasuk kebiasaan orang yang shalih adalah berdoa agar keturunannya diperbaiki agamanya.
“Wahai Rabb kami, berikanlah kepada kami dari istri dan anak sebagai pelembut dan penenang jiwa kami. Dan jadikanlah kami semua (suami, istri dan anak) sebagai pemuka orang yang bertakwa.”
Rasulullah mendoakan Hasan dan Usamah bin Zaid dalam hadits riwayat imam Bukhari, “Ya Allah, sesunggguhnya aku mencintai keduanya, maka cintailah kedua anak ini.”
Demikian pula doa beliau terhadap Abdullah bin Jafar, “Ya Allah, jadikanlah pada keluarga Jafar kebaikan, dan berkahilah Abdullah pada tangan kanannya.”
“Ya Allah, berilah kepada Anas bin Malik harta dan anak yang banyak, dan berkahilah kepada yang engkau berikan kepada mereka.”
Dan doa beliau terhadap Abdullah bin Abbas, “Ya allah pahamkanlah dia dengan agama, dan pahamkanlah dia dengan tafsir.”
Dan termasuk hal yang harus kita perhatikan dalam pendidikan anak kita adalah jangan sampai kita mengeluarkan suatu ucapan yang jelek, bagaimanapun keadaan kita. Ketika Rasulullah mendengar seseorang melaknat untanya, maka Rasulullah bertanya kepada sahabatnya, “Siapa yang tadi melaknat ?, saya, turunlah engkau dari untamu, jangan engkau menyertai kami dengan sesuatu yang telah dilaknat, janganlah kalian mendoakan keburukan bagi diri diri kalian, anak-anak, dan harta kalian, jangan sampai ketika kalian berdoa kejelekan tersebut bertepatan dengan waktu yang Allah mengabulkan doa tersebut.”
Alhamdulillah link sudah di update, silahkan di download ulang. Jazakallah khair kepada Ashthy.wordpress.
s

Jumat, 03 Februari 2012

Table Manners
The religion of Islam teaches us the noblest ethics and manners of daily life and contains programs for us to live in the best way. If we put all these programs into practice, we will live in happiness and bliss forever. It has even explained the best way for us to eat and drink.
Table Manners:
1. Before eating, wash your hands with clean water. for it is possible that your hands are dirty and are carrying germs and if the germs enter your body, you will become ill.
2. Begin your meal in the name of Allah. and say "Bismillahir- Rahmanir- Rahim."
3. Take your food in small mouthfuls and chew it till it is soft and smooth, for the smoother food is chewed the sooner and better it is digested, and this assists the body's health.
4. Always take the food that is in front of you. and don't stretch your arm to reach the food that is in front of someone else.
5. Stop eating when you are nearly full and don't eat too much.
6. After finishing the meal, be grateful to Allah and say: "Alhamdu-lillahi Rabbil-'alamin" (Praise be Allah's, Lord of the Universe).
7. We think about the poor and those who are hungry. and we help them. We begin our food with the name of Allah and thank Him when we have finished.

Being Clean
We all know that particles of dirt are harmful for our health. and that we must be careful of them. For example, the urine and faeces of human-beings are dirty. and the religion of Islam calls these "najis", meaning impure. Islam tells us: "If these pollute our body or clothing, we must wash our body and clothes with water in order to make it clean. It is also important that the body and the clothes of a person wishing to perform the prayer must be perfectly clean.
TO eat food that is impure is forbidden and sinful.
Whenever we go to the toilet, we must sit in such a way that drops of urine do not get on our clothes, for drops of urine, however small, make clothing and the body impure. We must also clean the outlet of faeces, too. This we do either with three pieces of paper or with water (pouring the water with our right hand and washing with the left.) After coming out from the toilet, it is good that we wash our hands with soap and water.
To pass urine or faeces while facing the qibla. or with one's back to the qiblh, is forbidden and sinful. We must squat to pass urine. and not do it standing. Our Holy Prophet has told us: "Don't pass urine while standing."
And we mustn't go to answer the call of nature next to rivers and streams. nor under fruit trees, nor streets or lanes. The religion of Islam is a clean religion, and tells us: "Cleanliness is a part of religion." A young Muslim works hard to keep his body and clothes pure, and he is always clean.

Salam, The Word of Kindness
Our Holy Prophet Muhammad (s.a.w.) was sitting one day with his Companions and they were talking together.
A person came in without asking permission and didn't even Offer his salam.
"Why didn't you say salam?" questioned the Prophet.
"Why didn't you ask permission to come in?!"
"Go back. Ask our permission and greet us with your salam before you come in, he instructed. Regarding salams. the Holy Prophet has told us:
"O Muslims! you will not enter Paradise unless you are kind to each other. unless you warmly say salam to each other whenever you meet.
"Always say saIam in a loud voice and reply in the same way.
God loves most the person who says saIam first and gives him better rewards and blessings."
"First give your salam, then say whatever you have to say."

Do You Know His Name?
Perhaps he is one of your friends. Lie works hard to learn Islamic manners and puts them into practice. He greets others warmly with his salam. saying, "Salamun'alavkum. and he returns his salam smilingly to whoever says salam to him, whenever he sees one of his friends he becomes happy and, with a smile, he shakes hands, says his saJa!m and asks about his health and wellbeing.
Whenever he is asked about himself he says "al-hamdu lillah, I am well." He enters the house, he greets his parents and all the household with his salam, and he says goodbye whenever he goes out. He thanks whoever is kind to him, and if he can, he repays that person's kindness with kindness.
Whenever he enters a gathering. he says his salam in a clear voice and sits wherever is appropriate. He never puts his finger in his nose in front of anyone. nor spits, nor stretches his legs. He never interrupts anyone and never speaks too much. He never gets upset without reason , and always speaks nicely and politely. When he sneezes he puts his hand over his mouth and nose, and afterwards says, "al-hamdu lillah".
Do you know this boy? Do you know his name? His name is Nasir. His behavior is very good and Allah loves him for it and will give him a beautiful reward. Good people also like him and respect him. Do you like him too? Why?

Behavior With Parents
A young man went to see Imam Ja'far al-Sadiq (a.s.). "O Son of the Prophet, "he said to him.
`I have a father who is very old and feeble. He cannot do any work. He cannot walk. He cannot even put food into his mouth. I am obliged to help him in everything he does."
"Fortune has smiled on you" al-Imam al-Sadiq told him. And blessed are you, that you serve your father so compassionately in this way. Try to do as many of your father's tasks as you can. Wash his clothes. Wash his face and hands. Carry him to the bath. Feed him by hand, and maintain his respect at all times.
When you are free. sit down beside him and cheer him up. Listen to him when he speaks to you. an d try' to give him peace of mind. God forbid that you should ever treat him with disrespect. God forbid that you should ever speak harshly to him, and God forbid that you should ever do something that makes him uncomfortable or unhappy.
"He took great pains for your sake when you were a child" al-Imam al-Sadiq continued.
"Now it is your duty to be his helper and serve him. "Give thanks to Allah" al-lmm al-Sadiq told him. "that He has given you the strength to serve your father and attain bliss in this way. Allah wanted to forgive your sins like this. save you from the chastisement of the fire, and give you a beautiful reward in Paradise."
God has told us to worship only Him and always be kind and helpful to our parents.

The Race
That afternoon, it was agreed that we would all walk from our school to a nearby village famous for its flowers. The plan was that we would race each other. The whole class was ready.
We were supposed to reach the mosque of the village before sunset. The mosque of that village was built near a tall tree and the mosque's minaret was also very tall; we could see it from our own village. We were all waiting for our sports teacher to announce the start of the race. When he did so, we quickly set off. Some of the boys ran, others said that at the beginning it was better to walk.
We were happy and merrily we chatted amongst ourselves. On the way, we came to a stream that flowed from the same village we were going to. We became very happy and sat down at the side of the stream to wash ourselves and drink some of its fresh, cool water. "Children", our teacher called out loudly, "if you are thirsty and want to drink, don't drink too much.
Otherwise you might get a stomach-ache and lag behind." Upon hearing this, those of us who are bright and alert left the side of the stream and continued our walk. But some of us said that they were very thirsty, and that if they didn't quench their thirsts they wouldn't be able to go on. So they decided to drink a few handfuls more...
Our teacher was running harder than all of us. Slowly, slowly the sun began to set. Our teacher was the first to reach the mosque of that village. I and some of my friends also reached the mosque before the sun had completely set.
The following morning the teacher announced the winners. "Dear children", he said, "yesterday these pupils tried very hard and are the winners of the race. Today I am going to give them their prizes and you should congratulate them.
"This world is also a competition ground. We all struggle and race each other. Our race is in good deeds and in helping and working for others. "Those who succeed in this race are those who give more benefit to God's servants and worship God the best. God gives these people a prize and reward in the Hereafter, and puts them in Heaven.
"However, those who do not strive in doing good deeds and turn to ugly, unworthy deeds will be ashamed of their ugly deeds in the Hereafter and will regret them bitterly. They will not go to Heaven but will go to Hell and receive the recompense of their ugly deeds. "Those who do good and those who do bad are not the same before God. God recompenses each person according to the goodness or badness of that person's deeds.
"If God didn't give to those who do good a beautiful, eternal reward, what would induce us to do good deeds9 "And if God didn't punish those who do bad deeds, what would be the difference between them and those who do good?"

Life Eternal
The light of Spring falls on the park, With the passing of winter-the season of dark. Branches in bud, once more glowing, Violets by the stream, once more growing. Sitting there, so beautifully arrayed, Under the willow tree, in its shade. God, the Creator, with his power, gives existence, once again, to the flower.
To the dead earth, where nothing grows, a fresh, new life, He bestows. Our death is for our bodies but autumnal, The Resurrection is our spring and life eternal. The just reward of each sinner and liar, Is the darkness of Hell, the pain of its fire. While the rewards of those who do good and right, are the joys of Heaven, and Celestial Light.

Are Good and Bad the Same?
We all understand the meaning of good and bad, and it is easy to distinguish a good person from a bad one. A good person has good manners, good behavior, is honest and truthful, loves justice and is polite and trustworthy.
But a bad person has bad manners and bad behavior, tells lies and bullies. Other people, and is impolite and deceitful. Do you think that good and bad people are the same? Like most people you probably like good people, and don't like bad ones. Allah loves the people who do good, and He hates the people who do wrong. For this reason He has sent His prophets to tell the people to do good deeds and stop doing bad deeds. Now, answer these questions.
(1) Will Allah reward the people who do good deeds?
(2) Will He punish the people who do bad deeds?
(3) Is it in this world that good people are rewarded?
(4) Is it in this world that bad people are punished?
(5) Where do people receive the recompense of their actions? Allah has another world that we call the Hereafter. In that world the good people are separated from the bad ones and each group receives the recompense of its actions. If there was no Hereafter, good people would have no motive and reason to perform good deeds, and no motive to refrain from bad deeds.
If there was no Hereafter, the call of the prophets would be futile and pointless. Good and bad would have no real meaning. If there was no Hereafter, our lives would be of no use and our creation would be purposeless. Do you think that Allah has created us just to live in this world for a few days, just to eat and drink, to sleep and to wear clothes, and then to die, with nothing more?
Do you think that this is all we should live for? And that Allah, Who does nothing in vain, has created us merely for this? In the Qur'an we are told: "Your creation was not in vain, you have been created to live in this world and perform the best kind of deeds, and to strive towards goodness and perfection.
Then, after your life in the world, you will be taken to the Hereafter, where you will receive the result of your deeds." The Hereafter is the place where the good are separated from the bad. The people who have performed acts of goodness in their lives will be allowed into Paradise, where they will live in happiness and bliss.
Allah is pleased with them, and they too are pleased with the many blessings of Allah. But the bad and irreligious people are sent to Hell, where they receive the punishment for their evil deeds. Allah is angry with them and they live in suffering and pain, and that is the result of their own deeds, and what they deserve.

Household Chores
Mahmud was writing the following essay: My name is Mahmud. I have two sisters. Zaynab and Fatimah. They both go to school. In all, there are six of us in our family and we have divided the house hold chores between us.
Father does the shopping and the other jobs outside the house. I help my father. I buy bread. milk. vegetables and fruits. My sisters help mother with the housework. and they keep the house clean and tidy. Fatimah does some chores and Zavnab does others.
In our house we all have special jobs to do. We all know our duties and carry them out, and it is not very often that we have to be reminded. In these chores. we all help one another. Only my little younger brother, Rida!. doesn't have a job to do, and he is only ten months old. My mother says that Rida's only jobs are crying! drinking milk, sleeping and laughin2.
She says that we will find a job for him when he is older. My father believes that each member of the family must accept some chore and do it regularly. because housework is a way of learning through experience. He believes that a person who doesn't work doesn't learn anything. My father tells us that the Prophet (SA) has said:
"Allah doesn't like people who put their responsibilities on the shoulders of others, and will not let them share His loving kindness. A good Muslim is one who is helpful around the house". Besides doing our own tasks, we also help one another. One day I came home and found my father was sweeping the courtyard with a broom. "Father!" I asked: "Why are you sweeping"?"
My father replied: "Do you not see that your mother is very busy? We must help her. We are the followers of Imam `Ali (AS) and we must follow him in piety. Imam `Ali (AS) always used to help his wife in the household work and sometimes he used to sweep the house too".
Really, I can honestly `say that we never have any arguments in our house. If ever I have a disagreement with my sisters, we either settle it with smiles or we take the matter to my mother, or we wait until father comes home, and one of them always settles it for us. When my father comes home from work, he sits down and talks to us about our lessons. He looks at our school books and guides us.
Later. when we are all free. We go to the little library we have and we study the books that father has bought for us. Father studies one of his book!. and even little Rida! goes with us to the library, but instead of reading a book sometimes he tears the book mother is reading. I thank Allah that I have such good parents and sisters, and I try my best to do what is expected of me and help more in the household chores.
Mahmud handed over the essay to his English teacher. When he got it back, the teacher had written: "Mahmud! You have written clearly and well. This is the best essay and you have received top marks. I enjoyed reading your essay and I thank the Almighty Allah that I have such a good student." You too must be grateful to the Almighty Allah that you have such understanding parents. How good it would be if all families helped one another and worked together the way you all do, and if all boys were friendly and helpful the way you are. Well done!

The Status of the Teachers
Our Prophet Muhammad (S.A.) tells us: "I am the teacher of the people and I give them lessons in religion." Imam `Ali (A.S.) tells us: "Rise from your place in respect for your father and your teacher." The Fourth Imam, Imam Zain al-'Abidin (A.S.), tells us: "A teacher has certain rights over his students: First- that the students treat their teacher with great respect. Second- that they listen carefully to what he says.
Third- that they constantly face towards him. Fourth- that their wits are totally engaged in learning the lesson. Fifth- that they appreciate and are thankful for their lesson." We follow all this guidance. We like our teacher, we respect him, and we know that, like our parents, he has many rights over us.

An Important Health Instruction
A Christian physician once asked Imam Sadiq (A.S.) "Is there anything concerning health in your Quran and in the instructions of your Prophet?" Imam Sadiq (A.S.) told him, "Yes! In the Quran man is told: `Eat and drink, but in eating and drinking don't be immoderate.' and our Prophet has told us: Don't eat until hungry for it is the source of all illnesses. while eating little and wisely is the source of all cures.'''
The Christian physician stood up and said, `What good and perfect health instructions your Quran contains! And what a sensible recommendation your Prophet has made about health."'
Allah Tells us: "Eat and Drink; But Don't be Immoderate."

A Public Duty
Can you be indifferent to the actions of other people? Can you exist in "isolation" and as totally cut off from the rest of the society? Can you exist without any relations with other people? What effect does the goodness or badness of the society have on the individual?
What kind of individuals grow up in a religious society? When a person grows up in an evil, corrupt and perverse society, to what evils is he led? What responsibility does the Muslim have towards the society he or she lives in? In Islam, everyone is responsible before Allah towards the society and no one can be indifferent to the actions of his neighbors. Each person must realize that he is linked to the rest of society, and that the society is like a single body of which he is a part.
Therefore, the true Muslim strives with all his might for the benefit and good of his society. Islam teaches Muslims that the heaven-sent programs of Islam lead the society to perfection and happiness provided that those programs are properly carried out and followed by all the people in the society.
Therefore, in order that all the aspects of the laws and regulations of religion be properly carried out, Islam places the responsibility of ensuring the proper implementation of the Islamic teachings upon two factors. Firstly, the legal Islamic authority, that is, the legitimate Islamic government. It is the duty of the government in Islam to put into practice all the Islamic laws, regulations and programs.
Islamic government has the duty of leading the individuals of the society towards good deeds, and it must put an end to all instances of injustice, oppression, corruption and perversion. It must severely punish those who are guilty of these crimes, and must constantly encourage those who are religious and benevolent. These are some of the most important duties of the Islamic government.
Secondly, each and every Muslim is considered in Islam to be responsible for the society and for practicing the divine laws. Each person is counted as a kind of guardian and policeman. In Islam, every Muslim must pay attention to the actions and behavior of the people of his society, and must do what he can to prevent corruption.
A Muslim must himself be good and must also encourage others to do good, and he must strive for the welfare of society. Islam calls this duty "aI- amr bilma'ruf', which means enjoining the right. A Muslim must also refrain from sins and from breaking the laws of Islam and the Islamic government (if it is truly Islamic), and as far as he can, he must try to prevent sins and corruption from occurring in the society.
Islam calls this duty "al-nahy `an al-rnunkar". which means forbidding the wrong. Al'amr bilma'ruf and al-nahy `an al-munkar together form one of the most important public duties in Islam, and one of the foremost duties of every Muslim. It is obligatory for every Muslim to defend the laws of his religion in this way, and to strive to safeguard them and have them carried out. Allah tells us in the Qur'an: "You are the best nation (O Muslims) brought out for mankind, because you enjoin what is right and forbid what is wrong, and you have faith in Allah... (3:109)."
The Prophet (P.B.U.H.) of Islam has said: "Enjoin what is right and forbid what is wrong. for as long as you do so your society will be strong and happy; but when the Muslims would fail in this, their society will be dominated by oppressors and no matter how much they pray to Allah for deliverance from the oppressors, Allah will not answer their prayers and they will find no justice anywhere, neither in the skies nor in the earth.'
Now that you know about this great and sacred duty, what programs will you draw up for the rest of your life? How will you cooperate with your friends in performing this great duty?